Aaaa…teriak
Miki menahan rasa sakit yang ia derita, luka bekas sayatan menganga dengan
darah segar mengalir deras, ditengah hujan deras yang mengiringinya tertatih
pulang. Itulah yang dirasa oleh Miki, lukanya amat dalam hingga membekas di
hatinya. Apa yang sebenarnya terjadi?
Disinilah cerita ini dimulai, Miki
Ardian Wiliandri itulah namanya. Seorang putra tunggal, ayahnya adalah salah
satu Direktur di perusahaan Unilever sedangkan ibunya adalah seorang pemilik
hotel terkenal “AW”. Namun keluarga Miki tidaklah harmonis ayah Miki yang
merupakan seorang Direktur menjadikannya lupa akan kehidupannya sebagai seorang
kepala keluarga, ayahnya tinggal di Australia sedang ibunya tinggal di Amerika,
dan Miki tinggal bersama dengan Kakeknya. Berlatar belakang kehidupan yang
mewah menjadikan Miki seorang yang manja, pendiam, dan kurang pergaulan.
Hari ini adalah hari pertama dalam
seminggu Miki menginjakkan kakinya dii sekolah. Ia adalah seorang siswa dari
SMA ternama di kotanya. Tak seperti teman- temannya yang memasang wajah- wajah
berseri- seri tanpa dosa dengan senang memasuki kelas mereka masing- masing
dengan bercanda- gurau, tetapi tidak dengan Miki ia yang pendiam menyebabkan ia
sulit untuk bergaul dan akibatnya tentu saja teman- temannya menganggapnya
sombong. “Mik…!!!”, panggil dua orang anak yang tak asing lagi bagi Miki
“Rakun, Mila?” jawab Miki meyakinkan, “Gimana…kamu udah ngerjain PR matematika,
bahasa Indonesia sama Biologi?” tanya Rakun yang merupakan panggilan akrab
untuk Raka Fadel Akbar yang selalu tampil berseri dengan mata bergaris
(menggunakan eye liner) dengan pipi yang merah, “Bel…lum,” jawab Miki santai,
“Ha…Gila kamu tu gimana sih entar kalo kamu dimarahin gimana coba?” respon Mila
yang berlaga sok perhatian sama Miki, ya memang Milawati Harum Kusuma Bangsa
sudah sejak lama menyukai Miki, maklumlah dengan perawakan Miki yang berbadan
tinggi, putih dan mirip dengan artis- artis korea gitulah yang menjadikan kaum
hawa klepek- klepek terutama karena senyum maut si Miki, namun karena Miki dan
Mila sudah bersahabat sejak lama sehingga Mila menganggap Miki sebagai adiknya
karena sifat Miki yang manja dan kekanak- kanakan.
Begitulah Miki, Raka, Mila menjalin
persahabatan yang akhirnya banyak dikenal oleh teman- teman mereka dengan sebutan
3 serangkai. Hari- hari Miki dilaluinnya hanya dengan sahabatnya yang selalu
setia menemaninnya. “ Miki gimana tadi belajarnya di sekolah, bisa?” tanya
kakek miki, “ ya…gitulah kek” jawab Miki. Semenjak orang tua Miki bermasalah hak
asuh terhadap Miki deberikan kepada kakeknya beserta kepengurusan hotel AW.
Sehingga kakek Miki sangat memperhatikan Miki. “Huh..capeknya” keluh Miki, tak
berapa lama Miki pun telah tertidur lelap.
Keesokan harinya, “ awan putih,
langit biru, membentang indah lukisan yang kuasa…” lagu dari tasya mengiringi
pagi Miki. Hari ini adalah HUT sekolah Miki, untuk memeriahkannya setiap kelas
diwajibkan untuk menampilkan sebuah karya seni. Nah, hanya kelas Miki saja yang
belum dan sialnya Miki mungkin, ia ditunjuk oleh teman- temannya untuk menyanyi
di panggung. “Miki kamu kan pinter nyanyi jadi kamu aja ya… yang ngisi pentas
seninya?” ucap salah satu teman Miki, “He…aku?” tanya Miki meyakinkan, “Iya
kamu…emang sapa lagi?” kata Mila meyakinkan. Dengan terpaksa Miki menyanyi,
segera ia meminjam keyboard untuk dimainkan bersama dengan lagu yang ia
bawakan, “Miki…Miki…Miki” sorak teman- teman Miki member semangat.
Jari- jari Miki dengan lihainya
memainkan tut- tuts keyboard, ia membawakan lagu Brian Mcknight berjudul “One
Last Cry”. “Kyaa! Miki” sorak penonton, yah siapa sih yang ndak kagum sama
bakat Miki, selain wajahnya menunjang dia juga punya bakat nyanyi dan bermain
musik. Setelah selesai Miki dan sudah bisa ditebak para cewek langsung
mengerubungi si “manis” biasa kayak semut, malah ada yang sempat towal- towel
pipi Miki segala, Ckckck.
Semenjak hari itu Miki menjadi anak
terkenal (artis dadakan) di sekolah tetapi hal tersebut juga membuat Miki
banyak masalah, salah satunya dengan kakak kelas yang tidak terima karena
pasangannya putus gara- gara suka sama Miki. “ Heh! anak kelas satu! Kamu tau
diri dong! Kamu tuh udah rebut pacar aku dari aku!” bentak kakak kelas yang
bernama Viga sambil menarik kerah seragam Miki. Karena Miki tidak bisa
berkelahi, jadinya dia menyiasati “ Aduh gimana nih? Aku kan ndak bisa
berkelahi, Aha! Aku puny aide aku kasih senyum mautku aja” fikirnya dalam hati,
setan apa yang merasuk tapi ide itu tetap dilaksanakan dan sudah jelas senjata
senyuman maut itu tidak mempan soalnya yang di serangkan cowok. “Udah
berhenti!!!” teriak Raka melerai “Kalian tu kayak anak kecil tau ndak…masa`
kayak gitu aja sampai kayak gini!” tambahnya lagi dan akhirnya pertengkaran
tersebut berhasil dilerai. Bukannya berterima kasih, Miki justru marah sama
sahabatnya itu “ Ngapain sih kamu ikut campur masalahku!! kamu iri ya…sama
ketenaranku?” bentak Miki ke Raka dan kemudian pergi. “Eh…Ka ko Miki jagi gitu
sih?” tanya Mila, “Hooh…aku ya ndak tahu.”
Persahabatan mereka pun mulai retak,
semenjak kejadian itu Miki dan Raka saling diam sedangkan Mila ikut- ikutan
diam karena takut mereka salah sangka. Selama itu Raka semakin pendiam, semakin
kurus dan sering terkena penyakit, ia juga sering tak mengikuti olahraga karena
alasan fisiknya lemah. Satu minggu telah berlalu, pembicaraan ini dimulai di
kantin sekolah ketika itu Miki sedang enaknya makan mie ditemani dengan susu
coklat milo dingin. “ Miki…aku mau minta maaf soal kejadian waktu itu?” pinta
Raka, “ Ngapain sih Kun lupain aja!, ndak penting tahu ndak!” jawab Miki dengan ketus, “ Tapi kamu masih
marahkan sama aku?” tanya Raka lagi, Miki tak merespon dan segera pergi
meninggalkan Raka, hal itu dilihat oleh Mila dan ia hanya bisa berkata kepada
Raka kalau dia harus bersabar.
Minggu- minggu ini raka semakin terlihat
tak bersemangat sekali dalam belajar, ia pun sering ke kamar mandi dengan membawa
tas yang tak diketahui isinya apa. Suatu ketika Angga teman sekelasnya ingin
tahu dan mengambil tas tersebut dengan paksa dan ia membukanya “Hah! Kosmetik!”
teriaknya keras, sehingga seluruh kelas mendengar dan kemudian tertawa,
“Hahaha…masak sekolah bawa kosmetik!” ucap salah seorang teman mengolok Raka.
Akibat hal tersebut atau bukan tapi yang jelas keesokan harinya Raka tidak
masuk, hingga seminggu ia tak masuk sekolah. Hal tersebut tentu membuat
sahabatnya Mila khawatir dan hendak bertanya kepada Miki tetapi didahului oleh
Miki, “ Mil ka…ka…mu tahu…Raka ndak?” yah meski mereka masih memiliki masalah
tetapi mendengar dan mengetahui sahabatnya sakit selama seminggu tanpa sebab
yang jelas membuat Miki menjadi penasaran dan khawatir. “La… ya itu tadi aku mau
tanyak sama kamu!” jawab Mila yang malah ganti bertanya. Hingga pada siangnya
pak Tio yang merupakan wali kelas datang dan meminta ijin kepada guru pengajar
yang pada saat itu adalah bu Nur sebagai guru matematika. “ Anak- anak ada
berita duka yang ingin bapak sampaikan…bahwa tadi pagi Rak Fadel Akbar telah
meninggal dunia, oleh karena itu bapak meminta 3 anak perwakilan untuk melayat
ke rumahnya” kata pak Tio lantang dan serentak hal tersebut membuat teman-
temannya tersontak kaget. Miki, Mila dan terakhir Angga yang terpilih untuk
melayat ke rumah Raka, “ Heh...Angga, diakan yang ganggu Raka” Mila kaget.
Setibanya di rumah Raka terlihat
bendera putih berkibar di depan rumah dan terbaring kaku jenazah Raka Fadel
Akbar di ruang tamu dengan para pelayat berbaju hitam mengelilinginya. “Bu…kami
dari sekolah perwakilan para guru dan siswa turut berduka atas meninggalnya
putra ibu, yang tabah ya bu…” kata pak Tio, “ Hiks…hu…hem iya pak terima kasih
ba…nyak ya...sudah datang” kata ibu Raka dengan menangis. “ Sebenarnya kalau
boleh saya tahu Raka ini sakit apa to bu” kata salah satu guru yang ikut
melayat, “ Sebenarnya Raka sakit kanker darah (Leukimia) akut, tetapi dia tidak
mau teman- temannya tahu” cerita ibu raka, “Hah Raka sakit kanker, dia kok ndak
pernah bilang ke aku ya…akukan sahabatnya” batin Miki, “ Tetapi Raka hebat ya
bu di beda sama orang lain, biasanya kalau sakit seperti ini pasti pucat sekali
dan sangat terlihat ya bu…” kata Pak Tio menegarkan ibu Raka, “ Itu semua
karena Make up (kosmetik) yang ia pakai, yah…ia berlatih untuk dapat membuat
raut mukanya terlihat tidak pucat dengan itu” tambah ibu Raka, dan ketika
mendengar hal itu Angga terdiam dan merasa sangat bersalah karena dia yang
membeberkan kalau Raka memakai kosmetik tanpa tahu untuk apa.
“Loh…kamu Mikikan teman Raka?” tanya
ibu Raka, “ i...ya bu” jawab Miki, tiba- tiba ibu Rka bangkit dari duduknya dan
mengambil sebuah buku hitam yang kemudian ia berikan kepada Miki “ Sebelum Raka
meninggal ia menitipkan pesan untuk memberikan buku ini kepadamu…” kata ibu
Raka menjelaskan, “ Ooo…iya bu terima kasih “ ucap Miki. Dalam pemakaman Raka,
Miki tidak ikut ia memilih membaca buku tersebut yang ternyata adalah buku
harian. Miki membacanya hingga halaman terakhir dan ia segera berlari menuju ke
pemakaman Raka. “Miki…kamu mau kemana?” tanya Mila bingung dan segera
menyusulnya. Ketika sampai di pemakaman yang tak jauh dari rumah Raka, Miki
langsung menangis sejadi- jadinya sambil memeluk nisan Raka, ia membiarkan buku
harian tersebut terjatuh terbuka oleh tiupan angin yang menderu kencang dan
kemudian Mila datang dan bertanya “ Ada apa Mik?” tapai tak dijawab dan
kemudian Mila membaca buku harian yang tergeletak di samping makam Raka, yang
berbunyi “Maafkan aku jika aku punya
salah kepadamu karena sebenarnya aku hanya ingin berguna diakhir hayatku,
maafkan aku tak bisa hidup lebih lama, aku Lemah, tapi ku berharap agar kau
dapat lebih kuat dari ku, dan dapat menggapai impian mu” dengan bercak
tetesan darah disampingnya dan bertanda untuk sahabatnya.
Mila pun memeluk pundak temannya
Miki, Mila mengajak Miki untuk pulang tetapi ia tak mau dan akhirnya Mila
pulang duluan. Sedangkan Miki tetap disana hingga sore hari dan hujan pun
mengguyur dengan derasnya disanalah Miki menyesal ia berkata “ Aku adalah teman
yang buruk untukmu, aku tak pantas mendapatkanmu sebagai temanku, aku bahkan
tak tahu betapa sakitnya rasa itu, oleh karena itu maafkanlah aku karena tak
mampu menunggumu lebih lama dan tolong maafkan aku untuk segala- galanya.” Akhirnya
Miki pulang dengan berjalan ditengah hujan dia menangis dan ketika itu ia
membuka buku harian itu ia mendapati silet didalamnya dengan berlumuran darah.
Disitulah Miki menyadari bahwa kematian Raka karena bunuh diri, Miki jatuh
tersungkur di jalan. Aaaa…teriak Miki menahan rasa sakit yang ia derita, luka
bekas sayatan menganga di tangannya dengan darah segar mengalir deras, ditengah
hujan deras yang mengiringinya tertatih pulang. Itulah yang dirasa oleh Miki,
lukanya amat dalam hingga membekas di hatinya. Yah…ia menyayat sendiri
tangannya berharap bisa membayar semua kesalahannya.
cr: ketekhitam.blogspot.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar